










Foto dan Teks oleh: Handika Rizki R.
“Permisi pak, kalau pabrik kopi Aroma yang ada di Jalan Banceuy ini ada di sebelah mana ya?”, tanyaku, dengan gelengan kepalanya, seorang bapak tersebut menjawab, wah nggak tahu tuh mas. Belum banyak memang masyarakat luas, khususnya masyarakat Bandung yang mengetahui pabrik kopi ini karena penampilan gedungnya yang terlihat kusam dan tua, alat-alatnya pun masih menggunakan mesin-mesin tua tahun 1930-an yang sangat tradisional, diantaranya memakai kayu sebagai bahan bakar. Berbeda dengan pabrik kopi pada umumnya, kopi yang diproduksi terlebih dahulu melewati proses penyimpanan selama 5 sampai 8 tahun, waktu yang cukup lama bukan?. Pemilik pabrik kopi Aroma, Widya Pratama mengatakan, hal ini dilakukan untuk menghilangkan kadar asamnya dan menajamkan aroma kopi.“Dengan begitu, kami tak perlu menambahkan bahan kimia dan berbagai essens. Hal inilah yang membedakannya dengan kopi yang ada di pasaran. Kadar asam dan bahan kimia kopi Aroma lebih rendah, sehingga tak memicu kita untuk buang air kecil setelah meminumnya. Inilah bedanya dengan kopi yang beredar di pasaran saat ini. Diminum saat pagi pun aman, tidak akan menimbulkan sakit perut atau sembelit,” ujar Widya yang juga menjadi Dosen di fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Bandung. Kopi Aroma menawarkan 2 jenis kopi, Arabika dan Robusta. Perbedaan keduanya terletak pada khasiatnya, jika Arabika beguna untuk merilekskan badan, sedangkan Robusta untuk meningkatkan vitalitas, membuat melek sepanjang malam dan terutama untuk meningkatkan gairah seks. Selain terdapat mesin-mesin, dalam ruang pemroses kopi juga terdapat tiga buah sepeda yang diletakkan diatas, widya beralasan, sepeda itu merupakan warisan dari ayah saya yang mendirikan pabrik ini pada 1930, dulu beliau membangun pabrik ini dengan menggunakan sepeda itu sebagai alat transportasi, sengaja saya letakkan diatas agar saya selalu ingat perjuangannya, sehingga selalu memotivasi saya.